MAKALAH PENGAMATAN
DAMPAK LINGKUNGAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN
SERTA FAKTOR ALAM
A.
Latar Belakang
Kerusakan lingkungan dan sumber daya alam telah sampai pada
tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Kerusakan lingkungan tidak hanya
dirasakan oleh masyarakat lokal dan nasional saja, tetapi dalam skala global,
banyak kejadian-kejadian yang selama ini kita saksikan, misalnya kebakaran
hutan, semburan gas, sampah menggunung, polusi udara, limbah-limbah yang
dihasilkan oleh pabrik-pabrik, dan banyak lagi yang dapatmengakibatkan
kerusakan pada lingkungan dan ekosistem yang selama ini kita dambakan
kelestariannya, meskipun demikian sesuai dengan berjalannya waktu dan
perkembangan zaman yang terus menerus sesuai dengan tuntutan kemajuan
teknologi, pada tatanannya dapat memberikan dampak yang positif maupun negatif
tergantung pada peruntukkan dan cara pengelolaannya.
Menyikapi perihal kerusakan lingkungan dan sumber daya alam,
perlu adanya pengetahuan dan keterampilan yang bersifat langsung aplikasi dalam
kehidupan sehari-hari serta menjadi pola tindak dan pola pikir untuk penanganan
yang lebih spesifik pada permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
umumnya, khususnya masyarakat Kota Bandung, yang selama ini memiliki masalah
yang paling urgensi yaitu penanganan sampah, polusi, air limbah, serta
konservasi alam sebagai paru – paru kota dan sebagai kantung-kantung persediaan
air.
Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan pengetahuan, kajian,
bahan materi pelajaran yang berupaya untuk mendidik siswa Sekolah Dasar /
Madrasah Ibtidaiyah untuk memahami dan mempraktikkan langsung cara penanganan
masalah-masalah lingkungan tersebut yang selama ini menjadi permasalahan dunia.
Siswa-siswi sekolah dasar adalah calon-calon penerus bangsa yang akan hidup di
masa mendatang dan akan menghadapi tantangan kehidupan yang tinggi dengan
segala dilematisasi yang sangat kompleks.
B. Sejarah Perkembangan Pendidikan
Lingkungan Hidup
1. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Tingkat Internasional
Pada tahun
1975, sebuah lokakarya internasional tentang pendidikan lingkungan hidup
diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan tersebut dihasilkan pernyataan
antar negara peserta mengenai pendidikan lingkungan hidup yang dikenal
sebagai "The Belgrade Charter - a Global Framework for
Environmental Education". Secara ringkas tujuan pendidikan
lingkungan hidup yang dirumuskan dalam Belgrade Charter tersebut
di atas adalah sbb:
1.
Meningkatkan kesadaran dan perhatian
terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di
daerah perkotaan maupun pedesaan.
2.
Memberi kesempatan bagi setiap orang
untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan
komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara individu dan kolektif untuk
menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
3.
Menciptakan satu kesatuan pola tingkah
laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarakat terhadap lingkungan
hidup.
2. Perkembangan Pendidikan Lingkungan
Hidup di tingkat ASEAN
Program
pengembangan pendidikan lingkungan bukan merupakan hal yang baru di lingkup
ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan program dan kegiatannya
sejak konferensi internasional pendidikan lingkungan hidup pertama di Belgrade
tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental Education Action
Plan 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN perlu memiliki
kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang dan
melaksanakan ASEAN Environmental Education Action Plan 2000-2005. Pada
intinya ASEAN Environmental Education Action Plan 2000 – 2005 ini
merupakan tonggak sejarah yang penting dalam upaya kerja sama regional antar
sesama negara anggota ASEAN dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan
lingkungan di masing-masing negara anggota ASEAN.
3. Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di Indonesia
perkembangan penyelenggaraan pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975
dimana IKIP Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan
lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan
Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode
tahun 1977/1978.
Pada tahun 1979
dibentuk dan berkembang Pusat Studi Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan
tinggi negeri dan swasta. Bersamaan dengan itu pula mulai dikembangkannya
pendidikan AMDAL oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup (Meneg-PPLH). Saat ini jumlah PSL yang menjadi
anggota BKPSL telah berkembang menjadi 87 PSL, di samping itu berbagai perguruan
tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengembangkan dan membentuk program
khusus pendidikan lingkungan, misalnya di Jurusan Kehutanan IPB.
Pada jenjang
pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata
ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif
dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak
tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup
telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP
dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Prakarsa
pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai LSM. Pada tahun
1996/1997 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang
berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun
2001 tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan
pendidikan lingkungan.
Sehubungan
dengan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia, Kelompok Kerja
Pendidikan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Lingkungan Hidup (Pokja PKSDH &
L) telah membagi perkembangan kegiatan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia
ke dalam tiga periode, yaitu :
1. Periode 1969-1983 (periode persiapan
dan peletakan dasar)
Usaha
pengembangan pendidikan LH ini tidak bisa dilepaskan dari hasil Konferensi
Stockholm pada tahun 1972 yang antara lain menghasilkan rekomendasi dan
deklarasi antara lain tentang pentingnya kegiatan pendidikan untuk menciptakan
kesadaran masyarakat dalam melestarikan lingkungan hidup. Salah satu kegiatan
yang mempelopori pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia
dilakukan oleh IKIP Jakarta pada tahun yaitu dengan menyusun Garis-garis Besar
Pendidikan dan Pengajaran (GBPP) bidang lingkungan hidup untuk pendidikan
dasar. Pada tahun 1977/1978, GBPP tersebut kemudian diujicobakan pada 15 SD di
Jakarta. Selain itu penyusunan GBPP untuk pendidikan dasar, beberapa perguruan
tinggi juga mulai mengembangkan Pusat Studi Lingkungan (PSL) yang salah satu
aktivitas utamanya adalah melaksanakan kursus-kursus mengenai analisis dampak
lingkungan (AMDAL). Program studi lingkungan dan konservasi sumberdaya alam di
beberapa perguruan tinggi juga mulai dikembangkan.
2. Periode 1983-1993 (periode
sosialisasi)
Pada periode
ini, kegiatan pendidikan lingkungan hidup baik di jalur formal (sekolah) maupun
di jalur non formal (luar sekolah) telah semakin berkembang. Pada jalur
pendidikan formal, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, materi
pendidikan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan konservasi SDA telah
diintegrasikan ke dalam kurikulum 1984. Selama periode ini, berbagai pusat
studi seperti Pusat Studi Kependudukkan (PSK) dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
baik di perguruan tinggi negeri maupun pergurutan tinggi swasta terus bertambah
jumlah dan aktivitasnya.Selain itu, program-program studi
pada jenjang S1, S2, dan S3 yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup
dan sumberdaya alam juga terus berkembang. Bahkan isu dan permasalahan
lingkungan hidup telah diarahkan sebagai bagian dari Mata Kuliah Dasar Umum
(MKDU) yang harus diterima oleh semua mahasiswa pada semua program studi atau
disiplin ilmu.
Perhatian terhadap upaya pengembangan pendidikan lingkungan
hidup oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan juga terus meningkat, khususnya
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu dengan terus dimantapkannya
program dan aktivitasnya melalui pembentukkan Bagian Proyek KLH sebagai salah
satu unit kegiatan di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
(Dikdasmen). Pada periode ini sosialiasasi masalah lingkungan hidup juga
dilakukan terhadap kalangan administratur negara dengan memasukkan materi
kependudukkan dan lingkungan hidup ke dalam kurikulum penjenjangan tingkat
Sepada, Sepadya, dan Sespa pada Diklat Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun
1989/1990. Di samping itu, selama periode ini pula banyak LSM serta lembaga
nirlaba lainnya yang didirikan dan ikut mengambil peran dalam mendorong
terbentuknya kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku ramah lingkungan.
Secara keseluruhan, perkembangan kegiatan pendidikan, penyuluhan, dan
penyadaran masyarakat di atas tidak saja terjadi di Jakarta tetapi juga di
daerah-daerah lainnya.
3. Periode 1993 - sekarang (periode
pemantapan dan pengembangan)
Salah satu hal yang menonjol dalam periode ini adalah
ditetapkannya Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep:
89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup,
tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah (Dikdasmen) Departemen P & K juga terus mendorong pengembangan
dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah
antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan,
penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK , program sekolah asri, dan lain-lain.
Selain itu, berbagai insiatif dilakukan baik oleh pemerintah, LSM, maupun
erguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui
kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana
pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan
lain-lain.
Walaupun perhatian terhadap langkah-langkah pengembangan
pendidikan lingkungan hidup pada satu atau dua tahun terakhir ini semakin
meningkat, baik untuk pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah, namun
harus diakui bahwa masih banyak hal yang perlu terus selalu diperbaiki agar
pendidikan lingkungan hidup dapat lebih memasyarakat secara konsisten dan
berkelanjutan. Dengan demikian, kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang
dilaksanakan mulai jenjang pra sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
hingga pendidikan tinggi melalui berbagai bentuk kegiatan dapat memberikan
hasil yang optimal.
APLIKASI PENDIDIKAN LINGKUNGAN
HIDUP DI SEKOLAH DASAR
A. Pengertian dan
Definisi
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak manusia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Lingkungan
Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.
Pendidikan
lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh
berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai
lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat
menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan
keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan
datang.
Pendidikan
lingkungan hidup formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup
yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang
dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang
monolitik (tersendiri).
Pendidikan
lingkungan hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan
hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, PPNS).
Pendidikan
lingkungan hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup
yang dilakukan di luar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak
berjenjang.
Visi pendidikan
lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya manusia Indonesia yang
memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan
aktif dalammelestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan
hidup.
Pada hakikatnya
visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan pendidikan lingkungan
hidup yang ada selama ini dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan
yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan
masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan
kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi
lingkungan dan daya dukung ekosistem.
Untuk dapat
mewujudkan visi tersebut di atas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan,
yaitu:
1.
Mengembangkan kebijakan pendidikan
nasional yang berparadigma lingkungan hidup;
2.
Mengembangkan kapasitas kelembagaan
pendidikan lingkungan hidup di pusat dan daerah;
3.
Meningkatkan akses informasi pendidikan
lingkungan hidup secara merata;
4.
Meningkatkan sinergi antar pelaku
pendidikan lingkungan hidup.
B. Tujuan dan Ruang Lingkup kebijakan PLH
Tujuan pendidikan lingkungan hidup:
Mendorong dan
memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk
melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana,
turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup,
mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Sesuai dengan
tujuan pendidikan lingkungan hidup, maka disusunlah kebijakan pendidikan
lingkungan hidup di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang
mendorong semua pihak berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup
untuk pelestarian lingkungan hidup.
a.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup
kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Pendidikan lingkungan hidup yang
melalui jalur formal, nonformal dan jalur informal dilaksanakan oleh seluruh stakeholder.
2.
Diarahkan kepada beberapa hal yang
meliputi aspek: a) kelembagaan, b) SDM yang terkait dalam pelaku/pelaksana
maupun objek pendidikan lingkungan hidup, c) sarana dan prasarana, d)
pendanaan, e) materi, f) komunikasi dan informasi, g) peran serta masyarakat,
dan h) metode pelaksanaan.
Landasan Kebijakan
Kebijakan pendidikan lingkungan hidup disusun
berdasarkan:
1.
UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2.
UU No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
3.
UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
4.
UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional;
5.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
6.
Keputusan Bersama Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 1991 dan Nomor 38 Tahun 1991; tentang Peningkatan Pemasyarakatan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Melalui Jalur Agama.
7.
Piagam Kerja Sama Menteri Negara
Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Menteri
Dalam Negeri Nomor 05/MENLH/8/1998 dan Nomor 119/1922/SJ tentang Kegiatan
Akademik dan Non Akademik di Bidang Lingkungan Hidup;
8.
Memorandum Bersama antara Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
0142/U/1996 dan Nomor KEP:89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup;
9.
Naskah Kerja Sama antara Pusat
Pengembangan Penataran Guru Teknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup Nasional untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan
Direktorat Pengembangan Kelembagaan/Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 218/C19/TT/1996 dan Nomor B-1648/I/06/96
tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah
Kejuruan.
10.
Komitmen-komitmen Internasional yang
berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup.
Kebijakan Umum
Kebijakan umum pendidikan lingkungan hidup terdiri dari:
1. Kelembagaan
pendidikan lingkungan hidup menjadi wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku
manusia yang berbudaya lingkungan
Selama ini
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan masih banyak mengahadapi
berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah
belum optimalnya kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia sebagai
wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan
pendidikan lingkungan hidup di lapangan.
2. Sumber daya manusia pendidikan
lingkungan hidup yang berkualitas dan berbudaya lingkungan
Berhasil
tidaknya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan ditentukan antara
lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku dan kelompok sasaran pendidikan
lingkungan hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan
lingkungan hidup (misalnya: guru, pengajar, fasilitator) diharapkan akan
menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap
dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarian
fungsi lingkungan hidup di sekitarnya.
3. Sarana dan prasarana pendidikan
lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan
Agar proses
belajar-mengajar dalam pendidikan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik,
perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana
tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruang kelas,
peralatan belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaksanakan pendidikan
lingkungan hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan.
4. Pengalokasian dan pemanfaatan anggaran
pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif
Penyelenggaraan
pendidikan lingkungan hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan
dan pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
tersebut sangat bergantung kepada komitmen pelaku pendidikan lingkungan hidup
di semua tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar pendidikan lingkungan hidup dapat
dilaksanakan dengan baik perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam
pengalokasian anggaran yang proporsional dan penggunaan anggaran pendidikan
lingkungan hidup yang efisien dan efektif.
5. Materi pendidikan lingkungan hidup yang
berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif
Penyusunan
materi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada tujuan pendidikan
lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada
saat ini. Untuk itu, materi pendidikan lingkungan hidup perlu dipersiapkan
secara matang dengan mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan
pembangunan berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah
diaplikasikan kepada seluruh kelompok sasaran.
6. Informasi yang berkualitas dan mudah
diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif
Kualitas
informasi tentang pendidikan lingkungan hidup perlu terus dibangun dan dijamin
ketersediaannya agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut.
Informasi yang berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif
antar pelaku dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan pendidikan lingkungan
hidup.
7. Keterlibatan dan ketersediaan ruang
bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan
hidup
Keterlibatan
masyarakat diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
pendidikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pelaku pendidikan lingkungan
hidup perlu memberikan peran yang jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut.
8. Metode pendidikan lingkungan hidup
berbasis kompetensi
Metode
pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup merupakan hal yang penting dan sangat
berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan
metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang baik (berbasis kompetensi
dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan hidup
sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
C. Aplikasi Penyelenggaraan PLH di Sekolah Dasar
Menurut Wittmann 1997, ada tiga prinsip dasar didaktis untuk
pendidikan lingkungan hidup yang dapat dijalani siswa, yaitu sebagai berikut :
1. Pendidikan lingkungan secara
menyeluruh
Menyeluruh artinya mencakup semua dimensi yang berhubungan
dengan pemahaman lingkungan, baik yang berhubungan dengan alat indera, maupun
ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar yang menyeluruh akan
menunjukkan hubungan keterkaitan antara satu dengan lain hal.
2. Pendidikan lingkungan
diterapkan sesuai dengan situasi.
Pertama situasi belajar harus menyentuh perasaan anak. Perlu
diperhatikan bahwa perasaan anak sama dengan orang dewasa, hargailah anak agar
ia dapat menumbuhkan motivasinya untuk belajar dan berbuat. Kedua, situasi
belajar harus dapat memberikan peluang kepada siswa untuk berinteraksi langsung
dengan lingkungan dimana ia berada sebagai sumber belajar, ajak siswa untuk
mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul di lingkungan
sekitarnya.
3. Pendidikan lingkungan
menuntut tindakan
Penyelenggaraan PLH hendaknya memberikan pelayanan pada
siswa untuk aware terhadap masalah lingkungan dan siswa berlatih untuk menyusun
sebuah positive action dalam upaya meminimalisasi dampak permasalahan yang
timbul di lingkungannya tersebut. Misalnya jika permasalahan yang muncul adalah
mengenai tumpukan sampah yang tersebar diseluruh penjuru sekolah, maka siswa
dapat melakukan tindakan positif sebagai individu yang peduli lingkungan dengan
cara memungut sampah tersebut kemudian membuangnya ke tempat sampah, atau
mungkin juga mengajak beberapa temannya untuk melakukan opsih (operasi bersih)
di lingkungan sekolah.
Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa masa kanak-kanak
merupakan masa yang kritis sebagai generasi penerus bangsa di masa yang akan
dating. Jika pengetahuan dan cara yang ditanakan pada masa kanak-kanak itu benar,
dapat diharapkan ketika ia mencapai masa remaja dan dewasa, maka bekal
pengetahuan, pemahaman dan pembentukan perilaku semasa masa kanak-kanak akan
membawa pengaruh positif yang sangat besar yang akan mempengaruhi kehidupannya.
Dengan demikian, sangatlah strategis pembekalan mengenai lingkungan hidup
diberikan kepada anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan seperti halnya
yang tertuang dalam mata pelajaran PLH ini agar tercipta insane-insan yang
peduli pada lingkungan.
Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa PLH dapat
diberikan secar formal maupun informal kepada generasi muda. PLH yang diberikan
secara formal dapat dilakukan di sekolah-sekolah dengan memasukkan PLH ke dalam
kurikulum sekolah dan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya.
Dalam hal ini guru yang menyampaikan materi pelajaran tidaklah harus selalu
ekolog atau ilmuwan, guru kelas pun dapat menyampaikan materi PLH selama ia
mampu menjadi pemandu dalam berpikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya.
Bentuk materi PLH dapat dikemas secara integrative di dalam
mata pelajaran sekolah, mengingat PLH bukanlah mata pelajaran baru, namun
esensinya dapat diberikan bersamaan dengan pelajaran lain yang memiliki
keterkaitan dengan materi PLH tersebut, atau bisa juga dikemas dalam satu
pelajaran terpisah yang merupakan materi atau mata pelajaran muatan local
tentang PLH.
Penyelenggaraan PLH dapat dilakukan secara outdoor
education, dengan melakukan kegiatan outbond yang
mendekatkan siswa dengan alam, dan mengarahkan pada pembentukan sikap dan
perubahan tingkah laku yang peka terhadap lingkungan, melalui tahap-tahap
penyadaran, pengertian, perhatian, tanggung jawab dan pemupukan sikap positif
lainnya seperti kecintaan pada lingkungan, peduli lingkungan dan memiliki
kecerdasan emosi yang baik dengan mau menyayangi sesame makhluk ciptaan Tuhan.
Aktivitas yang dilakukan dapat berupa permainan,
mendengarkan cerita/dongeng, olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal
kasus-kasus lingkungan di sekitarnya kemudian mendiskusikannya secara bersama
untuk menemukan solusi dan menentukanpositive action, jelajah lingkungan
dan aksi lingkungan . aktivitas tersebut tentunya menyenangkan bagi siswa
sehingga pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa, sehingga apa yang
diharapkan dapat dicapai dengan baik. Dengan begitu PLH menjadi aplikatif dan
bukan sekedar hafalan semata.
Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup ini sebaiknya
dilakukan dengan pendekatan yang melibatkan peran aktif semua unsure di sekolah
dan perguruan tinggi yang yang lebih mengutamakan pembentukan sikap dan
kepeduliannya terhadap lingkungan . pendidikan lingkungan hidup dapat juga
dimasukan dalam kegiatan ekstra kurikuler dalam wujud kegiatan kongkret dengan
mengarah pada pembentukan sikap kepribadian yang berwawasan lingkungan, seperti
penanaman pohon pengelolaan sampah, serta pembahasan actual tentang isu
lingkungan hidup.
Dengan demikian pendidikan lingkungan hidup dapat
terintregasi pada berbagai aktivitas sehingga akan tercapai perbaikan situasi
lingkungan secara terus-menerus dan menjdikan sekolah berwawasan
lingkungan.
Sedangkan metode pembahasan lingkungan seyogyanya
ditekankan pada kerja kelompok, praktik laboraturium, kerja proyek, kerja
social dan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan
hidup. Selanjutnya strategi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dengan
menggunakan pendekatan intergrasi dalam kegiatan sekolah mengacu pada
kebijaksanaan pemerintah tenang lngkungan hidup, menggunakan satuan organisasi
yang sudah ada. Untuk itu tentu diperlukan proses yang berkelanjutan dan
konsisten, serta perlu ada monitoring dan evaluasi untuk mengukur keberhasilan
program.
Adapun strategi untuk mewujudkan perilaku bagi seluruh
lapisan masyarakat bisa dilakukan dengan meningkatkan kesadaran seluruh lapisan
masyarakat untuk memelihara kelstarian lingkungan hidup. Dalam hal ini perlu
digalakan pemahaman tentang etika lingkungan hidup. Strategi yang dipilih
untuk keberlanjutan sumber daya alam disesuaikan dengan tipe manusia
, yaitu tipe manusia yang menggunakan daya alam di bawah minimum dan menggunkan
hanya secukupnya di ikuti dengan pelstarian , maka yang dilakukan adalah sikap
untuk mempertahankan perilaku tersebut serat mengajak menyebarluaskan perilaku
tersebut kepada masyarakat di sekitarnya. Untu tipe manusia menggunkan sumber
daya alam dengan boros maka perlu penyadaran diri sudah saatnya hidup
secukupnya bukan tidak mampu beli tetapi karena timbulnya kesadaran bahwa semua
hal yang bersifat konsumennisme itu akan mencemari lingkungan padahal alam memiliki
keterbatasan untuk menampung dan menetralkan zat pencemar tersebut. Untuk tipe
manusia serakah yang tidak pernah puas mengeplorasi alam perlu ada tindakan
tegas berupa sanksi yang sesuai dengan kerusakan yang dibuatnya terhadap
alam dari pemerintah atau dari masyarakat sehingga tidak terulang lagi
tindakan serupa.
D.
Penyelenggaraan PLH di Kota Bandung
Penyelenggaraan
PLH di kota Bandung berbeda dengan penyelenggaraan PLH di kota-kota lain di
Indonesia, karena sejak tahun 2006 PLH telah dijadikan sebagai mata pelajaran
muatan lokal wajib yang dilaksanakan mulai dari TK hingga SMA. Kota bandung
merupakan kota satu-satunya di Indonesia yang menerapkan PLH sebagai Mata
Pelajaran Muatan Lokal.
Mulok
Pendidikan Lingkungan Hidup adalah kumpulan bahan kajian dan materi tentang
lingkungan hidup dalam konteks internalisasi secara langsung maupun tidak
langsung, dalam membentuk kepribadian mandiri serta pola tindak dan
pola pikir siswa, sehingga dapat merefleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berikut
ini adalah landasan penyelenggaraan MULOK PLH di Kota Bandung :
Tujuan
diberikan Mata Pelajaran Muatan Lokal Pendidikan Lingkungan Hidup, agar
peserta didik mampu :
a. Memupuk
Iman dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Membentuk
sikap dan kepribadian yang positif dalam bentuk kegiatan pembiasaan pola hidup
yang menghargai lingkungan.
c. Membina
kemampuan berinisiatif dan mengambil keputusan yang tepat dalam waktu singkat.
d. Membentuk
pengenalan dan penguasaan kemampuan yang membangun watak dan tanggungjawab
untuk mencintai lingkungan.
e. Mengembangkan
rasa sosial dengan menghayati dan mengamalkan pentingnya lingkungan hidup.
f. Menghayati
keanekaragaman hayati yang dapat memberikan kontribusi kesempurnaan dan
keseimbangan ekosistem
Manfaat Pendidikan Lingkungan Hidup
1. Meningkatkan Keberhasilan
dalam Menciptakan Lingkungan yang Baik
2. Memberikan Wawasan Berpikir
yang Luas
3. Memberikan
Kemampuan Dalam Mengatasi Situasi Sehari-hari
4. Memotivasi
Siswa untuk Meningkatkan Kemampuannya
5. Memberi
Kemampuan Mengatasi Permasalahan Pribadi
6. Meningkatkan
Rasa Toleransi, Kebersamaan, dan Menghargai Orang Lain
7. Meningkatkan
Rasa Tanggungjawab Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain.
Berbagai
Keterampilan Yang Dikembangkan :
1. Empati ( Kesadaran Diri
)
2. Komunikasi (Hubungan Interpersonal)
3. Pengambilan Keputusan
(Problem Solving)
4. Berpikir Kreatif (Berpikir
Kritis)
5. Berpikir Inovatif (
Pengembangan)
Pelaksana
Kurikulum Muatan Lokal PLH adalah guru, baik guru kelas atau guru khusus mulok
PLH. Adapun metode pembelajaran / penyampaian materi Pendidikan Lingkungan
Hidup, pada dasarnya menggunakan berbagai metode (multy method), tetapi yang
sebagian besar dilaksanakan dan digunakan adalah sebagai berikut : Ceramah,
Diskusi / Tanya Jawab, Bermain peran dan simulasi, Penugasan / Praktek .
Ruang
Lingkup PLH meliputi penanaman konsep, pelatihan dan penerapan yang terdiri
dari konsep dasar lingkungan hidup, P4LH yang merupakan serangkaian kegiatan
meliputi kegiatan Pembibitan, Penanaman, Pemeliharaan dan Pengawasan di
lingkungan rumah, sekolah dan sekitarnya; K3 merupakan bahan kajian yang
menekankan ketertiban, kebersihan dan keindahan di lingkungan rumah, sekolah
dan lingkungan masyarakat; serta Implementasi IPTEK dalam pengelolaan
Llingkungan hidup.
Alokasi
waktu mata pelajaran Mulok PLH adalah 2 jam per minggu dengan bobot 70% praktek
dan 30% teori. Penilaian pada dasarnya dilakukan secara berkesinambungan dan
menyeluruh, baik tentang proses maupun hasil pembelajaran yang telah
dicapai peserta didik. Penilaian tersebut meliputi penilaian terhadap sikap
(afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor).
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengajarkan
Mulok PLH :
· Guru
harus senantiasa berbicara dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
siswa
· Guru
hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan
gagasannya/
· Guru
sebaiknya memberikan kesempatan pada siswa agar dapat berpartisipasi aktif
dalam setiap kegiatan
· Berikan
penguatan/reinforcement kepada siswa untuk tetap mempertahankan semangat
belajar dalam setiap kegiatan
· Guru
sebaiknya mengembangkan metode pembelajaran PAKEM
E. Contoh Penyelenggaraan PLH di SD
Contoh (1)
MENYEDIAKAN BAHAN DAN ALAT YANG BISA DIGUNAKAN UNTUK
PEMBIBITAN TANAMAN
PENGANTAR
Kegiatan ini dapat dilakukan oleh individu ataupun
kelompok.Akan lebih objektif apabila dilakukan secara berkelompok sebab
penyediaan bahan dan alat cukup mahal, guru akan dapat melihat langsung
kemampuan siswa dalam menyediakan bahan dan alat yang bisa digunakan untuk
pembibitan tanaman .
TUJUAN
1. Dapat
mengetahui penggunaan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
2. Mengetahui
jenis-jenis tanaman
3. Mengetahui pupuk yang harus
dipergunakan
4. Dapat mengetahui area
pembibitan
BAHAN / ALAT YANG DISEDIAKAN
· Bermacam-macam bibit tanaman yang mudah disemai, misalnya
cabe, tomat, bayam, dll
· Media tanam berupa campuran tanah, kompos, dan pupuk
kandang.
· Pot, polibag atau lahan tanah.
· Perlengkapan diantaranya : kater, isilasi dan tali raffia
W A K T U
2 Jam Pelajaran ( 2 x 35 menit )
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Lakukan kegiatan ini di luar
kelas
2. Siswa dapat dibuat kelompok
atau individu
3. Jelaskan dengan singkat cara
pelaksanaan pemilahan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
4. Jelaskan
pula jika akan melakukan pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
5. Setelah
berupaya melakukan pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan
6. Jelaskan kembali
temuan-temuan yang didapat ketika proses sedanga berlangsung
7. Beri kesempatan kepada siswa
yang dapat memberikan tanggapan hasil kerja kelompoknya atau kelompok yang lain
8. Tengahi apabila ada ketidak
cocokan antar kelompok.
9. Jelaskan bagaimana
pentingnya pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
PENEGASAN
Siapkan
bahan dan alat untuk pembibitan tanaman, untuk menggali potensi siswa
dalam pemilihan bahan dan alat untuk pembibitan tanaman
EVALUASI
Evaluasi bisa menggunakan lembar pengamatan atau
lembar skala sikap
Contoh (2)
SIKAP SENANG
TERHADAP PELAKSANAAN KETERTIBAN DI SEKOLAH
PENGANTAR
Kegiatan ini
berbentuk lagu yang dinyanyikan bergantian, karena itu siswa dibagi menjadi
beberapa kelompok. irama yang diambil dari lagu yang populer di telinga siswa,
atau lagu yang populer di daerah masing-masing, misalnya lagu “rasa
sayange“ Pemilihan kegiatan dalam bentuk lagu dimaksudkan agar siswa dapat
bernyanyi sambil belajar, sehingga tujuan bisa berhasil karena dilakukan tanpa
beban dan tanpa terpaksa.
Syair lagu dikembangkan dari satu kata yang disampaikan
kelompok lain.Untuk itu sebelum kegiatan, guru hendaknya menjelaskan agar tiap
kelompok menunjuk seorang siswa sebagai penggerak / komando untuk dinyanyikan
kelompoknya bersama-sama
TUJUAN
1. Membangkitkan
sikap rasa senang terhadap pelaksanaan ketertibandi sekolah .
2. Menanamkan
rasa sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
3. Membiasakan
sikap senang terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
BAHAN / ALAT YANG DISEDIAKAN
- Teks
tata tertib sekolah
- Teks
lagu
- Model
gambar sekolah atau kelas yang tertib dan kelas yang tidak tertib
WAKTU
2 Jam Pelajaran
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Lakukan
kegiatan ini didalam kelas atau diluar kelas .
2. Mengkondisikan
siswa dalam kegiatan belajar dengan cara bernyanyi bersama tentang sikap senang
terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
3. Guru
menjelaskan dan mengembangkan syair lagu yang berkaitan dengan
ketertibansekolah.
4. Siswa
diberi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan tema ketertiban .
5. Guru
mengajak siswa untuk mengamati model gambar yang menceritakan ketertiban sekolah
6. Untuk
lebih memahami tentang ketertiban sekolah siswa diajak untuk melihat dan
mencatat hal-hal yang dianggap penting yang berkaitan dengan pelaksanaan
ketertiban diruangan kelas lain, sebagai bahan perbandingan dalam hal
ketertiban
7. Guru
memberi pertanyaan kepada siswa yang berkaitan dengan ketertiban .
Contoh : Apakah
ketertiban sudah terlaksana di kelas kamu ?
8. Untuk
membuktikan jawaban siswa, beberapa siswa diminta untuk membacakan teks tata
tertib kelas, siswa yang lain menyimaknya.
9. Kemudian
siswa diberi pertanyaan yang berkaitan dengan tata tertib .
Contoh :
-Apakah kamu sudah melaksanakan ketertiban di sekolah ? Jelaskan !
10. Guru
menjelaskan kembali tentang manfaat tata tertib di kelas/ sekolah, siswa
kembali diberi pertanyaan :
Apakah kamu
senang dengan adanya tata tertib sekolah ? kalau senang laksanakan tata tertib
itu sebaik-baiknya !
PENEGASAN
Jelaskan bahwa
ketertiban harus dilaksanakan dan ditaati oleh semua siswa / guru
untuk mengatur dan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.
Dalam hal ini siswa harus menerima dengan sikap senang
terhadap pelaksanaan ketertiban di sekolah .
EVALUASI
Untuk
mengetahui sejauhmana respon anak terhadap upaya membiasakan sikap senang
terhadap pelaksanaan ketertiban sekolah dengan mentaati tanpa ada paksaan.
Dalam menilai kegiatan ini guru menggunakan lembar Skala
Sikap.
Berilah tanda cek { √ } pada kolom yang
tersedia!
BAB III
PENUTUP
Program
Pendidikan Lingkungan menyangkut skala yang sangat luas, sehingga perlu
partisipasi dan kerjasama berbagai pihak agar hasilnya optimal dan bebas
konflik. Secara umum, PLH bertujuan untuk meningkatkan kepedulian anak
terhadap lingkungan melalui kegiatan teori, praktek, diskusi, permainan, serta
observasi lapangan serta menanamkan nilai-nilai konservasi alam dan lingkungan
sedini mungkin pada siswa sehingga meningkatkan kepedulian siswa terhadap
lingkungan.
Salah
satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan
pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut:
Pendidikan
lingkungan Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk
membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan
total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat
yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta
komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif ,
untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah
timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco,
(1978)]
PLH
memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan
untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan
afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru
perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan
internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa
dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut
oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the
fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena
itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan
yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah?.
Pendidikan
lingkungan hidup haruslah:
1. Mempertimbangkan lingkungan
sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial
(ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
2. Merupakan suatu proses yang
berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra
sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
3. Mempunyai pendekatan yang
sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari
masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang
holistik dan perspektif yang seimbang.
4. Meneliti (examine) issue
lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan
internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi
lingkungan di wilayah geografis yang lain;
5. Memberi tekanan pada situasi
lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan
pertimbangan perspektif historisnya;
6. Mempromosikan nilai dan pentingnya
kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan
masalah-masalah lingkungan;
7. Secara eksplisit
mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan
pertumbuhan;
8. Memampukan peserta didik untuk
mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi
kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari
keputusan tersebut;
9. Menghubungkan (relate) kepekaan
kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan
klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun
pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap
lingkungan tempat mereka hidup;
10. Membantu peserta didik
untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah
lingkungan;
11. Memberi tekanan mengenai
kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir
secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
12. Memanfaatkan beraneka ragam
situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam
pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada
kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara
langsung (first - hand experience).
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2006). Modul PLH
untuk Pengawas TK/SD dan Guru SD. Bandung
Depdiknas (2006) Standar
Kompetensi Muatan Lokal PLH SD. Bandung
---------, (2006) Handout
Pelatihan PLH Untuk Guru-guru SD se-kota Bandung
e-leadhership, (2007) Pendidikan
Lingkungan Hidup Bukan untuk Pembebanan Baru bagi Siswa
Hendriani,Yeni (2007). Pendidikan
Lingkungan Hidup; Wawasan LH/PLH dan Etika Lingkungan. Bandung : P4TK IPA –
Depdiknas.
Wittman,H (1997). Pendidikan
Lingkungan Hidup, Hanns-Seidel-Foundation, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar